Enam ratus tahun yang lalu ketika Dieng
masih banyak didiami dewa dewi Hindu, seorang utusan dari Kerajaan
Mataram Kuno diperintahkan untuk membuka wilayah Dieng dan memperluas
daerah kekuasaan kerajaan Mataram. Bersama istrinya, Ni Roro Ronce,
pasangan ini diperintahkan untuk menjaga kesejahteraan masyarakat yang
mendiami daerah tinggi yang sepi di tengah pulau Jawa ini. Setelah
mendapatkan wahyu dari Nyi Roro Kidul, penguasa Laut Selatan Jawa,
pasangan ini kemudian mengetahui akan munculnya manusia manusia berambut
gimbal (hair dreadlocks). Sejak saat itu kemudian mulai dicatat
munculnya fenomena rambut gimbal di Dataran Tinggi Dieng. Kepercayaan
menyebutkan bahwa semakin banyak manusia berambut gimbal adalah bukti
meningkatnya kesejahteraan penduduk Dieng.
Enam abad kemudian, rambut gimbal masih
dapat kita temui di kalangan masyarakat keturunan asli Dieng. Tidak
terikat dimensi ruang, rambut-rambut gimbal terus bermunculan di
berbagai tempat, tidak hanya di Dieng namun dapat ditemui di manapun.
Kemunculan rambut gimbal pada seseorang rata-rata bermula dari demam
dengan panas tubuh yang tinggi. Tidak terikat garis keturunan juga,
rambut gimbal masih bermunculan secara random pada orang-orang yang
mempunyai garis keturunan dari Dataran ini.
Beruntung bagi saya dapat mendengar
penjelasan langsung dari mbah Naryono, sesepuh di kalangan masyarakat
Dieng mengenai fenomena rambut gimbal yang makin diketahui luas sebagai
perpaduan dari genetik dan metafisik. Ditemui di Pendopo Suharto –
Whitlam, Mbah Naryono memberi penjelasan rinci mengenai proses munculnya
rambut gimbal hingga prosesi pemotongan rambut gimbal yang kini dikemas
menarik dalam Dieng Culture Festival. Festival tahunan yang menyedot
puluhan ribu pengunjung setiap kali diadakan.
Satu hari, bagi anak yang telah
ditakdirkan berambut gimbal, ia akan mengalami demam yang tinggi yang
kemudian diikuti oleh merekatnya helai-helai rambut yang kemudian
menjadi gimbal. Terdapat juga karakteristik gimbal yang tampak berlainan
jika dilihat. Macam-macam gimbal tersebut seperti Gembel Pari, gembel
baris dan gembel wedus. Tidak serta merta rambut yang telah tumbuh
gimbal ini akan dapat dipotong. Pemotongan rambut ini harus melalui
prosesi panjang mulai dari memberi pertanyaan kepada anak yang berambut
gimbal mengenai apa yang ia inginkan ketika akan dilaksanakan prosesi
pemotongan rambut ini.
Pertanyaan mengenai apa yang diinginkan
oleh sang anak ketika akan dipotong rambutnya harus ditanyakan ketika
anak bangun tidur di pagi hari. Jawaban pertama yang diminta sang anak
harus dapat dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Uniknya tiap individu
manusia juga membuat permintaanpun sangat bervariasi. Mulai dari hanya
permintaan sepele seperti meminta suatu makanan hingga ke barang-barang
berharga mahal. Ajaibnya, permintaan ini relatif sama jawabannya walau
ditanyakan berulang kali. Permintaan-permintaan yang sulit dipenuhi akan
membuat pemotongan rambut menjadi tertunda di satu waktu yang telah
ditentukan di tahun berikutnya.
Pengaruhnya terhadap Kepribadian
Bagi orang-orang yang berambut gimbal,
dipercaya terdapat kepribadian yang lebih berani daripada manusia yang
ditakdirkan berambut normal. Fenomena ini tidak terbatas pada rambut
gimbal yang berdomisili di Dieng. Beberapa kasus ditemukan juga dalam
individu yang mempunyai keturunan langsung dari Penduduk Dieng walau
berdomisili di luar wilayah dieng. Rambut ini seakan menjadi pertanda
suasana hati bagi pemiliknya. Ketika sedang marah, rambut gimbal yang
biasanya terdapat dalam satu bagian kulit kepala akan berdiri tegak
seolah-olah mengikuti suasana hati yang merasa terancam.
Walaupun secara kepercayaan rambut gimbal
ini dikaitkan dengan kesejahteraan, namun perlakuan kepada rambut
gimbal haruslah spesial. Rambut ini tidak boleh dengan seenaknya
dibersihkan atau dipotong. Perlakuan menghilangkan rambut gimbal tanpa
prosesi sakral akan membuat pemilik rambut gimbal akan jatuh sakit.
Pemotongan rambut gimbal haruslah mengikuti prosesi yang rumit dan
dilakukan di Dieng. Oleh sebab itu pemilik rambut ini akan merasa
terikat pada tanah leluhurnya di ketinggian Dieng yang penuh dengan
mitos-mitos yang terjaga hingga saat ini.
Prosesi Pemotongan Rambut Gimbal
Dalam satu tahun, pemotongan rambut
gimbal dilaksanakan di waktu yang spesifik. Prosesinya dimulai dari
napak tilas dari tetua masyarakat Dieng, yaitu kunjungan ke 24 tempat
dimana Kyai Kolodete dan Ni Roro Ronce pernah berkunjung. Pemilik rambut
gimbal kemudian diarak menuju tengah pelataran Dieng di Komplek Candi
Arjuna. Tarian-tarian seperti Tari Rampak, Tari Yakso atau Tari Warog
dipersembahkan kepada yang maha kuasa sebelum dilaksanakan ritual
pemotongan Rambut Gimbal.
Setelah orang tua atau kerabat dari
pemilik rambut gimbal dapat memenuhi permintaan yang diucapkan ketika
bangun tidur maka prosesi dapat dilaksanakan. Dari pemilik rambut gimbal
sendiri, permintaan memotong rambut akan muncul ketika beranjak dari
masa kanak-kanak. Pemotongan rambut gimbal melalui prosesi telah
dipercaya dan terbukti menghilangkan gimbal secara permanen dalam
kelanjutan hidupnya.
Sejak 2002, mengingat banyaknya ritual
yang harus dilalui, pemotongan rambut gimbal kemudian dilaksanakan
secara massal di pelataran Dieng yang kemudian dikemas dalam satu
atraksi daya tarik wisata budaya di Dieng Culture Festival. Puluhan ribu
masyarakat mendatangi prosesi ini untuk sekedar melihat atau
mengantarkan kerabatnya mengikuti prosesi ini.
Walau terdengar seperti mitos, namun apa
yang telah diceritakan kepada saya ini telah dipercaya dan dilalui oleh
ratusan orang pemilik rambut gimbal dan membuat mereka yang berambut
gimbal kemudian dapat menjalani kehidupannya kemudian dengan lebih
mudah. Walahualam.
di sadur dari https://afastar.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar