Kebudayaan



A. Definisi Kebudayaan
Kebudayaan dalam bahasa Inggris disebut culture. Kata tersebut sebenarnya berasal dari bahasa Latin = colere yang berarti pemeliharaan, pengolahan tanah menjadi tanah pertanian. Dalam arti kiasan kata itu diberi arti “pembentukan dan pemurnian jiwa”. Sedangkan kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta yaitu kata buddayah. Kata buddayah berasal dari kata budhi atau akal. Manusia memiliki unsur-unsur potensi budaya yaitu pikiran (cipta), rasa dan kehendak (karsa). Hasil ketiga potensi budaya itulah yang disebut kebudayaan. Dengan kata lain kebudayaan adalah hasil cipta, rasa dan karsa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dengan cipta manusia mengembangkan kemampuan alam pikir yang menimbulkan ilmu pengetahuan. Dengan rasa manusia menggunakan panca inderanya yang menimbulkan karya-karya seni atau kesenian. Dengan karsa manusia menghendaki kesempurnaan hidup, kemuliaan dan kebahagiaan sehingga berkembanglah kehidupan beragama dan kesusilaan.

Pendapat Para Ahli Tentang Kebudayaan :
segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic.

kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.

kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Menurut Ki Hajar Dewantara:

“Kebudayaan adalah buah budi manusia dalam hidup bermasyarakat” sedangkan menurut Koentjaraningrat, guru besar Antropologi di Universitas Indonesia: “Kebudayaan adalah keseluruhan sistem, gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan cara belajar”.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu :

sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat
abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Adapun point utama yang harus dipenuhi oleh konsep kebudayaan adalah :
kebudayaan itu hanya dimiliki oleh masyarakat manusia;
kebudayaan itu tidak diturunkan secara biologis melainkan diperoleh melalui proses belajar; dankebudayaan itu didapat, didukung dan diteruskan oleh manusia sebagai anggota masyarakat
.

Kebudayaan nasional


Kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai identitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II tahun 1998, yakni:
Kebudayaan nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan karsa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk mengembangkan harkat dan martabat sebagai bangsa, serta diarahkan untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembangunan Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya, Semarang: P&K, 199
Kebudayaan nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah “puncak-puncak dari kebudayaan daerah”. Kutipan pernyataan ini merujuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebih dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari peryataannya: “yang khas dan bermutu dari suku bangsa mana pun asalnya, asal bisa mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional”. Pernyataan ini merujuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang Indonesia jika ditampilkan untuk mewakili identitas bersama. Nunus Supriadi, “Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional”
Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32 dan munculnya ayat yang baru. Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang.
Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagi puncak-puncak di daerah-daerah di seluruh Indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan bangsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki makna bagi seluruh bangsa Indonesia. Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Banga Indonesia yang sudah sadar dan mengalami persebaran secara nasional. Di dalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.

Mobilitas sosial

Mobilitas Sosial - Dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan masyrakat, anda tentu asering menyaksikan yaitu perubahan, perubahan itu yaitu perubahan status dan peran dalam masa hidupnya. Misalkan seorang buruh yang kemudian menjadi pengusaha sukses. Perpindahan dari kelas buruh ke pengusuha sukses merupakan contoh mobilitas sosial. Apakah mobilitas sosial itu? Nah Zona Siswa pada kesempatan kali ini berkesempatan untuk membahasanya secara lengkap di sini untuk sobat sekalian. Semoga bermanfaat. Check this out!!!

A. Pengertian Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial berasal dari kata mobilitas dan sosial. Mobilitas merupakan kata baku dari bahasa Inggris mobility, yang artinya pergerakan. Sesuatu yang bergerak berarti terdapat perubahan, yaitu berpindah posisi dari satu tempat ke tempat lainnya. Jadi, mobilitas sosial adalah perubahan posisi seseorang dalam masyarakat.

Menurut Robert M.Z. Lawang mobilitas sosial adalah perpindahan posisi dari satu lapisan ke lapisan yang lain atau dari satu dimensi ke dimensi yang lainnya.

Menurut Horton dan Hunt mobilitas sosial dapat diartikan sebagai suatu gerak perpindahan dari suatu kelas sosial ke kelas sosial lainnya.

Menurut Kimball Young dan RaymW. Mack, mobilitas sosial adalah suatu gerak dalam struktur sosial yaitu pola-pola tertentu yang mengatur organisasi suatu kelompok sosial. Struktur sosial mencakup sifat-sifat hubungan antara individu dengan kelompoknya.

B. Jenis Mobilitas Sosial

Mobilitas sosial dalam masyarakat terbagai menjadi dua jenis, yaitu mobilitas sosial horizontal dan vertical.

  1. Mobilitas Sosial Horizontal
    Mobilitas sosial horizontal diartikan sebagai suatu peralihan individu atau objek-objek sosial lain dari kelompok sosial satu ke kelompok sosial lain yang masih sederajat. Adanya gerak sosial horizontal, tidak menyebabkan terjadinya perubahan dalam derajat kedudukan seseorang ataupun suatu objek sosial. Misalnya, seseorang yang beralih kewarganegaraan, beralih pekerjaan yang sifatnya sederajat (dari tukang kayu menjadi tukang batu atau dari pengusaha tekstil menjadi pengusaha batik), melakukan transmigrasi, dan lain-lain. Dengan gejala sosial seperti itu, meskipun berpindah tempat atau beralih pekerjaan, kedudukan seseorang tetap setara dengan kedudukan sebelumnya.

  2. Mobilitas Sosial Vertikal
    Mobilitas sosial vertikal yaitu pergerakan atau perpindahan seseorang atau kelompok dari suatu kedudukan sosial ke kedudukan sosial lain yang tidak sederajat, baik pindah ke tingkat yang lebih tinggr atau turun ke tingkat yang lebih rendah. Mobilitas sosial vertikal terbagi menjadi dua, yaitu:

    • Mobilitas vertikal naik (social climbing)
      Mobilitas vertikal naik adalah perpindahan dari suatu tingkatan ke tingkatan yang lebih tinggi. Mobilitas vertikal naik memiliki dua bentuk utama, yaitu:
      • Masuknya individu-individu yang mempunyai kedudukan rendah ke dalam kedudukan yang lebih tinggi, dan
      • Pembentukan suatu kelompok baru yang kemudian ditempatkan pada derajat yang lebih tinggi.

    • Mobilitas vertikal turun (social sinking)
      Mobilifias vertikal turun adalah perpindahan dari suatu tingkatan ke tingkatan yang lebih rendah. Mobilitas vertikal turun memiliki dua bentuk utama, yaitu:
      • Turunnya kedudukan individu ke kedudukan yang lebih rendah dezajatnya, dan
      • Turunnya de:ajat sekelompok individu yang dapat berupa distntegrasi kelompok sebagai kesatuan.

C. Faktor Pendorong Mobilitas Sosial

Banyak faktor yang dapat memengaruhi terjadinya mobilitas sosial. Faktor-faktor tersebut antara lain status sosial, kondisi ekonomi, situasi politik, pertambahan penduduk, dan petualangan. Faktor-faktor tersebut akan dijelaskan dalam materi berikut:

  1. Status Sosial
    Status sosial adalah tingkatan atau kedudukan sosial seseorang di masyarakat. Semakin tinggi status sosial seseorang, dia akan semakin dihormati. Mengapa? Karena biasanya orang yang berstatus sosial tinggi memiliki kekayaan, kekuasaan, dan peran sosial yang juga tinggi (besar). Oleh karena itu, semua orang akan selalu berusaha untuk mencapai status sosial yang lebih tinggi.

  2. Kondisi Ekonomi
    Kondisi ekonomi mempunyai fungsi penting dalam memperoleh penghargaan masyarakat. Terutama di kota-kota besar, kekayaan menjadi simbol utama dari status sosial. Gejala-gejala ini sebenarnya juga dijumpai pada masyarakat tradisional, hal ini biasanya sering dihubungkan dengan upacara-upacara adat. Tidak jarang upacara adat memerlukan biaya besar dan yang mampu mengadakannya hanyalah orang-orang yang secara material mampu. Oleh karena itu, setiap orang akan berusaha untuk meningkatkan keadaan ekonominya.

  3. Situasi Politik
    Situasi politik bersifat dinamis, artinya setiap saat selalu berubah. Pada dunia modern di mana demokrasi dianggap sebagai acuan ketatanegaraan, maka politik menjadi pilihan yang sangat mudah untuk menaikkan status sosial seseorang ataupun suatu kelompok.

  4. Pertambahan Penduduk
    Pertambahan penduduk yang terus berkembang menyebabkan kepadatan yang tinggi. Akibat dari kepadatan penduduk ini adalah kemiskinan, pendidikan rendah, dan kesehatan rendah. Hal tersebut mendorong mobilitas sosial.

  5. Petualangan
    Petualangan menyebabkan orang ingin tahu daerah lain. Oleh karena itu, ia melakukan perpindahan tempat sementara, sehingga terjadi mobilitas sosial horizontal. Petualangan bersifat sementara, karena hanya berlangsung beberapa saat.

Mobilitas Sosial | www.zonasiswa.com


D. Saluran Mobilitas Sosial

Menurut Pitirim A. Sorokin, mobilitas sosial vertikal memiliki saluran-saluran dalam masyarakat. Proses mobilitas sosial vertikal ini disebut social circulation. Berikut ini saluran-saluran terpenting dari mobilitas sosial.

  1. Angkatan Bersenjata
    Peranan angkatan bersenjata sangat penting dalam masyarakat dengan sistem militerisme. Jasa seorang prajurit akan dihargai tinggi oleh masyarakat, tanpa memerhatikan status atau kedudukannya semula. Sering melalui karier dalam kemiliteran, seorang prajurit dapat memperoleh kekuasaan dan wewenang yang lebih besar.

  2. Lembaga-Lembaga Keagamaan
    Setiap ajaran agama menganggap bahwa manusia mempunyai kedudukan yang sederajat. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemukapemuka agama bekerja keras untuk menaikkan kedudukan orang-orang dari lapisan rendah dalam masyarakat. Selain itu, pemuka agama akan semakin dihormati oleh masyarakat, apabila ia mampu membimbing umatnya dengan baik.

  3. Lembaga-Lembaga Pendidikan
    Sekolah merupakan saluran konkret dari gerak sosial vertikal. Bahkan, sekolah dapat dianggap sebagai social elevator yang mengantarkan seseorang untuk bergerak dari kedudukan rendah menuju kedudukan yang lebih tinggi.

  4. Organisasi Politik
    Suatu organisasi politik seperti partai politik dapat memberikan peluang besar bagi anggota-anggotanya untuk naik dalam tangga kedudukan yang lebih tinggi, terutama pada saat berlangsungnya pemilihan umum. Agar seseorang terpilih dalam pemilu, ia harus membuktikan kemampuannya terlebih dahulu. Dalam hal ini, organisasi politik menjadi salah satu saluran pembuktian kemampuan diri.

  5. Organisasi Ekonomi
    Organisasi ekonomi memegang peranan penting sebagai saluran gerak sosial vertikal. Pada umumnya, seseorang dengan penghasilan tinggi akan menduduki lapisan sosial yang tinggi pula. Bahkan, faktor ekonomi sering menjadi simbol status bagi kedudukan seseorang dalam masyarakat.

  6. Organisasi Keahlian
    Yang dimaksud dengan organisasi keahlian antara lain himpunan sarjana ilmu pengetahuan sosial, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), persatuan para pelukis, dan lain-lain. Organisasi-organisasi ini dapat menjadi wadah bagi individu-individu yang tergabung di dalamnya untuk mendapatkan nama, sehingga dianggap menduduki lapisan atas dalam masyarakat.

E. Dampak Mobilitas Sosial

Meskipun mobilitas sosial memungkin orang untuk menduduki jabatan tertentu sesuai dengan keinginannya terdapat juga pengaruh positif dan negatif bagi kehidupan masyarkat. Adapun dampak mobilitas sosial bagi masyarakat,baik yang bersifat positif maupun negatif ant-ara lain sebagai berikut.

  1. Dampak Positif
    • Mendorong seseorang untuk lebih maju Kesempatan untuk pindah dari strata satu ke strata yang lain menimbulkan motivasi yang tinggi pada diri seseorang untuk maju maju dalam berprestasi agar memperoleh status yang lebih tinggi.
    • Mempercepat tingkat perubahan sosial masyarakat ke arah yang lebih baik Dengan mobilitas, masyarakat se!alu dinamis bergerk menuju pencapaian tujuan yang diingini.

  2. Dampak Negatif
    Timbulnya Konflik. Apabila pada masyarakat terjadi mobilitas yang kurang harmonis akan timbul benturan-benturan nilai dan kepentingan sehingga kemungkinan timbul konflik. Konflik yang terjadi antara lain yaitu:
    • Konflik antarindividu
    • Konflik antarkelas
    • Konflik antarkelompok sosial

Semoga artikel Sosiologi di atas tentang Mobilitas Sosial bisa membantu sobat dalam mempelajari sosiologi. Tidak lupa untuk menghimbau apabila ada diantara sobat yang menemukan kesalahan baik berupa penulisan maupun pembahasan dari artikel tersebut di atas, mohon kiranya kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan bersama. 
thanks for http://www.zonasiswa.com

Diferensiasi Sosial

Diferensiasi Sosial - Tahukah kamu bahwa masyarakat digolongkan berdasarkan kriteria tertentu? Penggolongan masyarakat berdasarkan criteria tertentu secara horizontal disebut dengan diferensiasi sosial. Apakah diferensiasi sosial itu? Dan bagaimanakah munculnya diferensiasi sosial serta bentuk-bentuk diferensiasi sosial dalam masyarakat? Untuk mengetahuinya, marilah kita pelajari bersama uraian berikut ini.

Pengertian Diferensiasi Sosial

Diferensiasi sosial atau pembedaan sosial merupakan perwujudan pembagian sosial atau masyarakat ke dalam kelompok-kelompok atau golongan-golongan secara horizontal, sehingga tidak menimbulkan tingkatan-tingkatan secara hierarkis. Menurut Soerjono Soekanto, diferensiasi sosial adalah variasi pekerjaan, prestise, dan kekuasaan kelompok dalam masyarakat, yang dikaitkan dengan interaksi atau akibat umum dari proses interaksi sosial yang lain. Perwujudan penggolongan masyarakat atas dasar perbedaan pada kriteria-kriteria yang tidak menimbulkan tingkatan-tingkatan antara lain ras, agama, jenis kelamin, profesi, klan, suku bangsa, dan sebagainya.

Munculnya Diferensiasi Sosial

Interaksi sosial yang dilakukan individu yang memiliki ciriciri fisik dan nonfisik yang berbeda-beda mengakibatkan munculnya diferensiasi sosial yang membuat individu atau kelompok terpisah dan berbeda satu sama lain.
a. Ciri Fisik
Ciri fisik yang mendorong lahirnya diferensiasi sosial dapat terlihat dengan adanya perbedaan ras, yaitu penggolongan manusia ke dalam golongan tertentu berdasarkan perbedaan
b. Ciri Sosial
Ciri sosial terlihat dengan adanya organisasi-organisasi eksklusif yang membatasi keanggotaannya hanya pada levellevel tertentu dalam masyarakat. Di sini tersirat sebuah makna bahwa dalam kehidupan bermasyarakat, setiap anggota melakukan fungsi atau tugas untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan umum.
c. Ciri Budaya
Dalam ciri budaya ini, individu cenderung membedakan antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Hal ini terlihat dengan adanya anggapan bahwa kebudayaan atau gelar kesarjanaan luar negeri berbeda dengan kebudayaan atau gelar kesarjanaan dalam negeri. Atau pembagian masyarakat ke dalam suku-suku bangsa seperti Jawa, Bali, Sunda, dan lain sebagainya.
Dalam diferensiasi, strata yang dimiliki seseorang dianggap sebagai taraf permulaan bagi terciptanya stratifikasi sosial. Namun, hal ini tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui suatu proses yang cukup panjang. Pada awalnya dengan membedakan seseorang dengan yang lain, dipilih, dan kemudian diklasifikasikan dalam kelompok-kelompok. Selanjutnya, perbedaan itu cenderung menjadi tetap dan terciptalah stratifikasi sosial. Namun demikian, tidaklah ditafsirkan bahwa semua diferensiasi akan mengarah pada stratifikasi sosial, karena di dalam masyarakat terdapat kekuatan atau daya yang mendorong penghapusan perbedaan atau diskriminasi di antara sesama manusia.

Bentuk-Bentuk Diferensiasi Sosial

Setelah kamu memahami pengertian dan bagaimana munculnya diferensiasi dalam masyarakat, tentunya kamu ingin tahu bentuk-bentuk diferensiasi sosial bukan? Nah, dalam subpokok bahasan ini kita akan mengetahui lebih lanjut beberapa bentuk diferensiasi sosial dalam masyarakat. Ada dua parameter yang digunakan untuk menggolongkan masyarakat dalam bentuk diferensiasi sosial ini, yaitu parameter biologis dan parameter sosiokultural.
Bentuk-bentuk diferensiasi sosial berdasarkan parameter tersebut akan kita bahas bersama secara lebih mendalam pada ulasan berikut ini. Simaklah dengan baik!
A. Parameter Biologis
Berdasarkan parameter biologis, kita mengenal tiga Bentuk diferensiasi sosial, yaitu diferensiasi ras (racial differentiation), diferensiasi jenis kelamin (sex differentiation), dan diferensiasi umur (age differentiation).
1) Diferensiasi Ras (Racial Differentiation)
Ras adalah pengelompokan besar manusia yang memiliki ciri-ciri biologis lahiriah yang sama, seperti warna dan bentuk rambut, warna kulit, bentuk hidung, Bentuk bibir, ukuran tubuh, ukuran kepala, warna bola mata, dan lain sebagainya.
Menurut Banton, ras merupakan suatu tanda peran, perbedaan fisik yang dijadikan dasar untuk menetapkan peran yang berbeda-beda Ditambahkannya, ras dapat didefinisikan secara fisik dan sosial. Secara fisik meliputi kondisi fisik yang tampak, seperti warna kulit, bentuk tubuh, dan lain-lain, sedangkan secara sosial menyangkut peran dan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan. Namun dalam perkembangannya, kita lebih membatasi pengertian ras hanya dilihat dari sudut pandang biologis atau fisik saja.
Namun demikian, pembagian ras ini bukan berarti tidak akan menimbulkan permasalahan. Salah satu penyebab masalah sosial tentang ras adalah adanya prasangka ras yang merupakan salah satu aspek dari etnosentrisme, yaitu suatu sifat manusia yang menganggap bahwa cara hidup golongannya adalah paling baik, sedangkan cara hidup golongan lain dianggap tidak baik dan kadangkadang disertai dengan perasaan menentang golongan lain.
Joseph Arthur Gibernean mengemukakan bahwa ada beberapa pandangan yang dapat menimbulkan prasangka terhadap perbedaan ras, yaitu sebagai berikut.
a) Suku bangsa liar dapat hidup pada peradaban yang tinggi, apabila bangsa tersebut menciptakan cara hidup lebih tinggi daripada ras yang sama.
b) Suku bangsa liar selalu biadab, meskipun pada waktu silam pernah mengadakan hubungan dengan bangsa yang lebih tinggi peradabannya.
c) Ras yang berbeda tidak dapat saling memengaruhi.
d) Adanya peradaban yang saling memengaruhi dengan kuat, dan peradaban itu tidak akan bercampur.
Menurut A. L. Kroeber seperti dikutip oleh Koentjaraningrat, pembagian ras di dunia dibedakan atas ras Mongoloid, ras Negroid, ras Caucasoid, dan ras-ras khusus yang tidak dapat diklasifikasikan ke dalam ketiga ras itu (ras Mongoloid, ras Negroid, dan ras Caucasoid).
a) Ras Mongoloid
Ras Mongoloid terbagi atas subras Asiatic Mongoloid, Malayan Mongoloid, dan American Mongoloid.
(1) Asiatic Mongoloid, meliputi orang-orang yang tinggal di Asia Utara, Asia Tengah, dan Asia Timur.
(2) Malayan Mongoloid, meliputi orang-orang yang tinggal di Asia Tenggara, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan penduduk asli Formusa.
(3) American Mongoloid, meliputi penduduk asli Amerika Utara yaitu orang Eskimo sampai penduduk Tierra del Fuego di Amerika Selatan.


b) Ras Negroid
Ras Negroid terbagi atas subras African Negroid, Negrito, dan Melanesia.
(1) African Negroid, meliputi orang-orang yang tinggal di sebagian besar Benua Afrika.
(2) Negrito, meliputi orang-orang yang tinggal di Afrika Tengah, orang-orang Semang di Semenanjung Malaya, dan penduduk asli Filipina.




c) Ras Caucasoid
Ras Caucasoid terbagi atas subras Nordic, Alpine, Mediteranean, dan Indic.
(1) Nordic, meliputi orang-orang yang tinggal di kawasan Eropa Utara, sekitar Laut Baltik.
(2) Alpine, meliputi orang-orang yang tinggal di kawasan Eropa Tengah dan Timur.
(3) Mediteranean, meliputi orang-orang yang tinggal di kawasan sekitar Laut Tengah, Afrika Utara, Armenia, Arabia, dan Iran.
(4) Indic, meliputi orang-orang yang tinggal di kawasan India, Pakistan, Bangladesh, dan Sri Lanka.



d) Ras-Ras Khusus
Ras-ras khusus terbagi atas subras Bushman, Weddoid, Polynesia, Austroloid, dan Ainu.
(1) Bushman, meliputi orang-orang yang tinggal di kawasan Gurun Kalahari, Afrika Selatan.
(2) Weddoid, meliputi orang-orang yang tinggal di pedalaman Sri Lanka dan Sulawesi Selatan.
(3) Polynesia, meliputi orang-orang yang tinggal di Kepulauan Mikronesia dan Polynesia.
(4) Austroloid, meliputi penduduk asli Australia yang dikenal dengan suku Aborigin.
(5) Ainu, meliputi orang-orang yang tinggal di Pulau Karafuto dan Hokaido, Jepang.





Apabila kita perhatikan dengan saksama penggolongan ras di dunia oleh A. L. Kroeber di atas, di Indonesia ternyata terdapat keanekaragaman ras, atau dapat dikatakan Indonesia adalah negara yang multiras. Rasras yang ada di Indonesia adalah ras Malayan Mongoloid, Negroid, Weddoid, Asiatic Mongoloid, dan Caucasoid.

a) Ras Malayan Mongoloid, meliputi orang-orang yang kebanyakan tinggal di wilayah Indonesia Barat dan Tengah.
b) Ras Negroid (Melanesia), meliputi orang-orang yang tinggal di Papua.
c) Ras Weddoid, meliputi orang-orang yang tinggal di Sulawesi Selatan.
d) Ras Asiatic Mongoloid, meliputi orang-orang Cina.
e) Ras Caucasoid, meliputi orang-orang keturunan Arab, Pakistan, dan India.



2) Diferensiasi Jenis Kelamin (Sex Differentiation)
Diferensiasi jenis kelamin merupakan pembedaan manusia berdasarkan perbedaan jenis kelamin, yaitu lakilaki dan perempuan. Dalam masyarakat, pembedaan ini cenderung pada pengertian gender, yaitu pembedaan antara laki-laki dan perempuan secara budaya. Pembedaan ini cenderung pada pembedaan peranan antara laki-laki dan perempuan. Misalnya dalam suatu keluarga, peranan seorang laki-laki sebagai kepala keluarga, sedangkan perempuan adalah sebagai ibu rumah tangga atau yang bertugas mengurus segala sesuatu yang berhubungan dengan rumah tangga. Sebagai kepala keluarga, seorang laki-laki berkewajiban mencari nafkah untuk keluarganya, mencintai anak istrinya, serta bertanggung jawab atas pendidikan anakanaknya. Sementara itu seorang perempuan sebagai ibu rumah tangga berkewajiban untuk membantu suami dan mengasuh anak-anaknya, serta mempersiapkan kebutuhan keluarga.

Di samping itu, perbedaan penilaian antara laki-laki dan perempuan dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut.

a) Secara biologis, fisik pria relatif lebih kuat di-bandingkan dengan fisik perempuan. Hal ini berkaitan dengan produktivitas fisik, terutama dalam hal pekerjaan.

b) Secara psikologis, mendidik dan membesarkan anak perempuan relatif lebih sulit dan berat dibandingkan dengan anak laki-laki. Mendidik anak perempuan apabila terlalu protektif, anak akan menjadi tertekan, namun apabila terlalu longgar, si anak akan terjebak dalam pergaulan bebas yang akan merugikan dirinya sendiri.

c) Adanya pandangan bahwa anak laki-laki adalah penerus garis keturunan keluarga. Pandangan semacam ini, lebih khusus ada dalam masyarakat yang menganut sistem kekerabatan patrilineal, di mana lakilaki memang menjadi penerus garis keturunan keluarga.

Contohnya pada masyarakat Jawa dan Batak. Perbedaan tersebut adakalanya menimbulkan konflik peranan antara laki-laki dan perempuan. Konflik peranan tersebut terjadi karena adanya perbedaan sosial antara lain jenis, hak-hak, dan kewajiban yang dijalankan sehubungan dengan kedudukan yang dimilikinya sering bertentangan. Konflik peranan antara laki-laki dan perempuan dapat dibedakan atas konflik intern individual atau konflik pribadi dan konflik antarindividual atau konflik antarperanan.

a) Konflik Intern Individual atau Konflik Pribadi
Konflik pribadi ini misalnya seorang polisi lalu lintas yang harus menangkap anak perempuannya sendiri karena telah melanggar rambu-rambu lalu lintas.

b) Konflik Antarindividual atau Konflik Antar–peranan
Konflik antarperanan ini misalnya seorang suami yang bertengkar dengan istrinya mengenai pem-berian uang jajan pada anaknya. Suami menghendaki agar anaknya diberi uang jajan yang banyak agar tidak merasa rendah diri, sedangkan istrinya berpendapat agar anaknya diberi uang jajan sedikit saja, karena sudah membawa bekal dari rumah. Berdasarkan contoh tersebut terlihat adanya konflik peranan antara suami dan istri yang keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama terhadap si anak. Tetapi karena prinsip mereka berbeda, menyebabkan terjadinya konflik peranan.

3) Diferensiasi Umur (Age Differentiation)
Selama ini dalam masyarakat kita berkembang suatu anggapan bahwa orang yang lebih tua adalah penentu setiap kebijakan yang berlaku dalam kehidupan bersama dan orang yang berpengaruh adalah orang yang lebih tua. Situasi semacam itu tidak hanya berlaku pada masyarakat tradisional, namun juga pada masyarakat feodal. Terutama dalam hal pola hubungan antara orang tua dan anak dalam sebuah keluarga, anak tidak mempunyai hak dalam membuat kebijakan. Apa yang dikatakan orang tuanya adalah benar dan harus dilaksanakan. Anak yang tidak mematuhi apa yang diperintahkan orang tua berarti sebuah pembangkangan dan anak dianggap tidak lagi berada dalam pranata yang berlaku. Namun di zaman modern ini, diferensiasi sosial tidak mengacu pada siapa yang berkuasa dan siapa yang dikuasai, melainkan merujuk pada fakta adanya perbedaan berdasarkan umur dalam berbagai aspek kehidupan sosial.

B. Parameter Sosiokultural
Berdasarkan parameter sosiokultural, kita mengenal empat bentuk diferensiasi sosial, yaitu diferensiasi agama (religion differentiation), diferensiasi profesi (profession differentiation), diferensiasi klan (clan differentiation), dan diferensiasi suku bangsa (tribal differentiation).

1) Diferensiasi Agama (Religion Differentiation)
Agama sangat penting bagi manusia untuk memelihara ketertiban dan kestabilan dalam masyarakat. Di Negara kita tidak boleh ada sikap anti agama serta tidak boleh ada paham yang meniadakan Tuhan. Setiap warga Negara harus percaya dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan bertakwa kepada-Nya.

Negara kita menjamin kebebasan memeluk agama dan menganut kepercayaannya masing-masing. Kebebasan memeluk agama merupakan salah satu hak yang paling asasi di antara yang lainnya. Sebab, kebebasan beragama itu langsung bersumber kepada martabat manusia sebagai makhluk Tuhan. Di Indonesia, semua umat beragama mempunyai kewajiban untuk saling menghormati satu sama lain. Dengan demikian antara umat yang berbeda agama akan terpancar sikap lapang dada dan toleransi yang berarti terwujudnya ketenangan, saling menghargai, dan hormat-menghormati.

Diferensiasi sosial berdasarkan perbedaan agama terwujud dalam kenyataan sosial bahwa masyarakat terdiri atas orang-orang yang menganut suatu agama tertentu termasuk dalam suatu komunitas atau golongan yang disebut dengan umat. Seperti pada penggolongan yang lainnya, agama juga tidak menunjukkan adanya tingkatan-tingkatan secara hierarkis, artinya tidak berarti suatu agama tertentu lebih tinggi tingkatannya dari agama yang lainnya. Lebih tegas, diferensiasi berdasarkan agama ini jangan sampai dijadikan pembeda tingkatan dalam interaksi sosial dalam masyarakat. Karena apabila perbedaan ini dibesar-besarkan, yang terjadi justru ketidakharmonisan dalam hubungan bermasyarakat.

2) Diferensiasi Profesi (Profession Differentiation)
Masyarakat terbagi atas lapisan-lapisan sosial yang didasarkan pada ukuran ilmu pengetahuan, kekayaan, kepangkatan, kekuasaan, dan kehormatan. Namun demikian ukuran tersebut tidak bersifat mutlak. Ukuran itu didasarkan pada diferensiasi profesi masing-masing yang ditentukan oleh status sosial dalam masyarakat.

Profesi adalah suatu pekerjaan yang untuk dapat melaksanakannya memerlukan keahlian. Diferensiasi profesi merupakan diferensiasi yang diciptakan oleh manusia sendiri. Bentuk diferensiasi ini dimaksudkan untuk menggolongkan penduduk berdasarkan jenis profesi atau pekerjaan yang merupakan sumber penghasilan yang dimilikinya. Dalam masyarakat kita mengenal adanya berbagai profesi, seperti TNI, guru, dokter, hakim, dan lain sebagainya sesuai dengan bakat serta keahlian masing-masing. Perbedaan tersebut menyebabkan diferensiasi sosial.

3) Diferensiasi Klan (Clan Differentiation)
Kesatuan terkecil dari kerabat unilateral disebut dengan klan. Dalam klan, masyarakat yang bertalian darah (genealogis) dipengaruhi oleh faktor pertalian darah yang sangat kuat, sedangkan masyarakat yang bertalian dengan faktor teritorial (daerah) hampir tidak tampak. Tiap-tiap orang merasa ada pertalian darah antara satu dengan yang lainnya, sebab mereka merasa satu keturunan (sama leluhurnya). Begitu juga kelangsungan hak dan kewajiban diurus dalam suatu kelompok, di mana anggota kelompok itu ditentukan berdasarkan garis keturunan laki-laki atau perempuan.

Dari uraian tersebut kita dapat mengidentifikasi, bahwa ciri-ciri klan adalah sebagai berikut.
a) Ikatan kekerabatannya berdasarkan persamaan leluhur atau pertalian darah.
b) Hubungan antaranggota sangat erat.
c) Pemilihan pasangan hidup diatur menurut prinsip endogami (pemilihan pasangan di dalam klan).
d) Merupakan kelompok kerja sama abadi.

Klan-klan yang ada dalam masyarakat menganut system kekerabatan yang berbeda-beda. Sistem kekerabatan yang umum berlaku ada tiga macam, yaitu patrilineal, matrilineal, dan bilateral atau parental.

a) Sistem Kekerabatan Patrilineal
Sistem kekerabatan patrilineal adalah system kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak ayah atau laki-laki. Di negara kita, sistem kekerabatan ini antara lain dianut oleh masyarakat Batak.

b) Sistem Kekerabatan Matrilineal
Sistem kekerabatan matrilineal adalah system kekerabatan yang menarik garis keturunan dari pihak perempuan atau ibu. Di negara kita, sistem kekerabatan ini antara lain dianut oleh masyarakat Minangkabau.

c) Sistem Kekerabatan Bilateral atau Parental
Sistem kekerabatan bilateral adalah system kekerabatan yang menarik garis keturunan dari kedua belah pihak, baik dari laki-laki atau ayah maupun dari perempuan atau ibu. Di negara kita, sistem kekerabatan ini antara lain dianut oleh masyarakat Jawa.



4) Diferensiasi Suku Bangsa (Tribal Differentiation)
Suku bangsa adalah segolongan manusia yang terikat oleh identitas dan kesadarannya yang diperkuat oleh adanya kesamaan bahasa dan kebudayaan.

Menurut Koentjaraningrat, suku bangsa atau ethnic group didefinisikan sebagai suatu golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan persatuan kebudayaan, di mana kesadaran dan identitas tersebut seringkali (tetapi tidak selalu) dikuatkan oleh kesatuan bahasa. Kesamaan bahasa, adat istiadat, maupun kesamaan nenek moyang merupakan ciri dari suatu suku bangsa.

Ciri-ciri mendasar suatu kelompok disebut sebagai suku bangsa antara lain sebagai berikut.
a) Tipe fisiknya sama.
b) Bahasa daerahnya sama.
c) Adat istiadatnya sama.
d) Kebudayaan dan penafsiran terhadap norma-norma pergaulannya sama.

Dalam kenyataannya, konsep suku bangsa tidak sesederhana definisi di atas. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa batas-batas dari kesatuan manusia yang merasakan diri terikat oleh keseragaman kebudayaan itu dapat meluas atau menyempit seiring dengan terjadiny percampuran antarsuku bangsa dari berbagai daerah yang kemudian tinggal bersama dalam satu daerah yang sama sebagai satu kelompok masyarakat.

Di Indonesia kita mengenal beraneka ragam suku bangsa. Beberapa suku bangsa terbesar di Indonesia adalah Jawa, Sunda, Bali, Minangkabau, Aceh, Batak, Bugis, Dayak, Toraja, Lombok, dan Ambon. Beberapa kriteria yang menentukan batas-batas masyarakat suku bangsa yang menjadi pokok dan lokasi nyata suatu uraian mengenai kebudayaan suatu suku bangsa adalah sebagai berikut.

a) Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih.
b) Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh identitas penduduk itu sendiri.
c) Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh wilayah geografis.
d) Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologis.
e) Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang mengalami pengalaman sejarah yang sama.
f) Kesatuan penduduk yang interaksi di antara mereka sangat dalam.
g) Kesatuan masyarakat dengan sistem sosial yang seragam.

Adapun sarana pergaulan yang penting di antara suku bangsa yang berbeda-beda yang berguna untuk mem-pertahankan keutuhan bangsa dan negara adalah sebagai berikut.

a) Adanya bahasa pengantar yang sama, dalam hal ini bahasa Melayu (bahasa Indonesia) yang digunakan dalam pergaulan masyarakat. Bahasa yang sama akan menjadikan pandangan beberapa suku bangsa yang bertemu menjadi sama. Tidak akan terjadi kesalahpahaman di antara mereka, mengingat adanya kesamaan arti dalam berkomunikasi.

b) Adanya pasar sebagai tempat pertukaran dan jual beli alat-alat kebutuhan hidup manusia. Dengan adanya pasar, antarsuku bangsa dapat mudah untuk bertemu dan saling melakukan jual beli. Di dalamnya terdapat interaksi yang semakin mendalam, sehingga akan dapat tercapai kerukunan dan keharmonisan hidup di antara beraneka macam suku bangsa.

c) Adanya pelabuhan sebagai pintu masuk penyebaran barang-barang yang diperlukan masyarakat, mengingat negara kita adalah negara kepulauan.

d) Adanya kemajuan di bidang komunikasi dan transportasi. Tentu saja hal ini akan lebih mempermudah hubungan atau interaksi antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lain. Jika yang menjadi permasalahan adalah jarak, dengan kemajuan komunikasi dan transportasi semuanya akan menjadi lebih mudah. Namun demikian, yang perlu ditanamkan bahwa perbedaan yang ada di antara suku-suku bangsa yang ada bukanlah dimaksudkan untuk melihat budaya mana yang lebih baik atau bahasa mana yang lebih baik, melainkan semua perbedaan yang ada harus dilihat dalam konteks diferensiasi sosial, bukanlah stratifikasi sosial. Karena jika dilihat dari sisi stratifikasi, yang terjadi justru di antara suku bangsa saling bersaing dan berusaha untuk saling mengungguli satu sama lainnya. Maka apa akibat berikutnya yang terjadi? Ya sudah dapat dipastikan akan terjadi konflik antarsuku bangsa.

thanks for http://ssbelajar.blogspot.com

Stratifikasi Sosial

Pengertian dan Bentuk Stratifikasi Sosial - Stratifikasi sosial merupakan gejala alami yang tidak mungkin dapat dihilangkan. Munculnya stratifikasi sosial tersebut merupakan konsekuensi logis dari beberapa faktor yang selalu ada dalam kehidupan manusia, yaitu berkaitan dengan: 

(1) keturunan, 
(2) kekayaan, 
(3) kedudukan, 
(4) pendidikan, 
(5) pekerjaan, 

Dari beberapa faktor tersebut kita mengenal beberapa istilah yang sesungguhnya merupakan pengelompokan masyarakat ke dalam kelas-kelas tertentu, seperti rakyat jelata, kaum bangsawan, golongan miskin, golongan menengah, golongan kaya, orang desa, orang kota, pejabat negara, rakyat jelata, berpendidikan rendah, berpendidikan menengah, berpendidikan tinggi, petani, pedagang, pemusik, pengamen, pemulung, dan lain sebagainya. 

Pengertian dan Bentuk Stratifikasi Sosial
Pengelompokan tersebut sekaligus menunjukkan bahwa setiap anggota masyarakat memiliki fungsi dan peran yang berbeda-beda. Perbedaan fungsi dan peran tersebut bukan berarti bahwa kelompok yang satu lebih tinggi atau lebih rendah dengan kelompok yang lain. Sebaliknya, pengelompokan tersebut menegaskan bahwa: (1) setiap manusia memiliki kelebihan dan sekaligus kekurangannya masing-masing, dan (2) antara sesama manusia harus saling melengkapi dan bahu membahu satu sama lain agar segala kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan baik.


Untuk memahami istilah stratifikasi sosial, kita harus mengkaji terlebih dahulu kata aslinya, yaitu stratification. Kata stratification berasal dari kata stratum atau strata yang berarti pelapisan. Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial berarti penggolongan warga masyarakat ke dalam kelompok-kelompok tertentu secara bertingkat-tingkat (hierarkies). Itulah sebabnya kita dapat mengenal kelas-kelas dalam kehidupan masyarakat, yaitu kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah.

Pada dasarnya stratifikasi sosial atau pelapisan sosial terjadi karena adanya sesuatu yang dihormati dan dihargai dalam kehidupan masyarakat. Pembagian beberapa kelas (kelas atas, kelas menengah, kelas bawah) terjadi karena adanya ketimpangan dalam memberikan penghargaan. Golongan yang mendapatkan penghargaan yang tinggi akan menempatkan dirinya ke dalam kelompok masyarakat kelas atas. Golongan yang mendapatkan penghargaan yang sedang-sedang saja akan menempatkan dirinya ke dalam kelompok masyarakat kelas menengah. Selanjutnya, golongan yang mendapatkan penghargaan yang rendah akan menempatkan dirinya ke dalam kelompok masyarakat kelas bawah.


Proses terbentuknya stratifikasi sosial dapat terjadi melalui dua cara, yaitu: 
(1) terjadi secara alamiah selaras dengan pertumbuhan masyarakat,
(2) terjadi secara disengaja dan direncanakan manusia. 

Stratifikasi sosial yang terjadi secara alamiah tidak dapat dilepaskan oleh kecenderungan bakat, minat, dan dukungan lingkungan. Misalnya, di lingkungan pantai berkembang masyarakat nelayan, di sekitar lahan yang subur berkembang masyarakat petani, dan banyak lagi contoh-contoh lain yang berhubungan dengan proses stratifikasi sosial secara alamiah. Adapun stratifikasi sosial yang sengaja direncanakan dan dibentuk oleh manusia dapat diperhatikan pada organisasi politik seperti pembagian kekuasaan, pembentukan organisasi politik, penyusunan kabinet, dan lain sebagainya.

Seperti yang telah diuraikan dalam penjelasan sebelumnya, bahwa terbentuknya stratifikasi sosial sangat terkait dengan nilai-nilai yang berharga dan terhormat. Standar nilai yang berharga dan terhormat berbeda-beda. Hal ini sangat tergantung dari sudut mana seseorang memandang. Namun demikian, secara umum standar nilai tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kriteria, yakni kriteria ekonomi, kriteria sosial, dan kriteria politik.

a. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Potensi dan kesempatan yang dimiliki oleh seseorang memang berbeda-beda. Ada sebagian orang yang potensial tetapi tidak pernah memperoleh kesempatan untuk maju. Ada sebagian orang yang memiliki kesempatan yang sangat luas untuk maju sehingga memperoleh kesuksesan dalam bidang ekonomi. Dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati bahwa pencapaian, penguasaan, dan kepemilikan seseorang dalam bidang ekonomi sangat bervariasi.

Variasi inilah yang telah memunculkan kelas-kelas ekonomi (economic classes) tertentu dalam kehidupan masyarakat. Tolak ukur kelas ekonomi (economis classes) adalah seberapa banyak seseorang memiliki pendapatan dan/atau kekayaan. Secara garis besar terdapat 3 (tiga) lapisan masyarakat dipandang dari sudut ekonomi, yaitu: kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class).

Masyarakat kelas atas (upper class) merupakan kelompok orang kaya yang diliputi dengan kemewahan. Masyarakat kelas menengah (middle class) merupakan kelompok orang yang berkecukupan, yakni mereka yang berkecukupan dalam hal kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Sedangkan masyarakat kelas bawah (lower class) merupakan sekelompok orang miskin yang sering mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan papan.

Status sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini bersifat terbuka, dalam arti, siapapun orangnya dapat menempati kelas sosial tertentu, baik kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah, tergantung dari kemampuan orang tersebut dalam bekerja dan memperoleh kekayaan. Orang kaya sewaktu-waktu dapat mengalami kebangkrutan dan jatuh miskin. Sebaliknya, tidak mustahil orang miskin dapat mengubah nasibnya menjadi orang kaya asal bersedia bekerja keras dan hidup hemat.

b. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial
Stratifikasi sosial berdasarkan kriteria sosial merupakan pengelompokan anggota masyarakat berdasarkan status sosial yang dimiliki di dalam kehidupan masyarakat. Status sosial adalah kedudukan seseorang dalam suatu pola soaial (hubungan sosial) tertentu. Seperti yang diketahui, bahwa biasanya seseorang tidak hanya memiliki satu pola sosial (hubungan sosial), melainkan beberapa pola sosial (hubungan sosial). Oleh karena itu, biasanya seseorang memiliki lebih dari satu kedudukan (status sosial). Bisa saja Si A berkedudukan sebagai pimpinan parpol yang sekaligus berkedudukan sebagai pejabat negara, pembina olah raga, dan sebagainya.

Sehubungan dengan status sosial, Robert M.Z. Lawang mengemukakan dua pengertian, yakni ditinjau dari sudut objektif dan subjektif. Secara objektif, status sosial merupakan suatu tatanan hak dan kewajiban yang secara hierarkis terdapat dalam suatu struktur formal sebuah organisasi. Sebagai misal, seorang pimpinan partai politik akan memiliki hak dan sekaligus kewajiban tertentu yang melekat pada status tersebut. 

Sedangkan secara subjektif, status sosial merupakan hasil penilaian orang lain terhadap diri seseorang yang terkait dengan siapa seseorang tersebut berhubungan. Dalam kaitan ini, secara subjektif seseorang bisa saja memberikan penilaian terhadap orang lain, apakah lebih tinggi atau lebih rendah statusnya dalam kehidupan bermasyarakat.

Untuk memberikan penilaian, apakah seseorang memiliki status (kedudukan) sosial lebih tinggi atau lebih rendah dalam kehidupan sosial, Talcott Parsons mengemukakan lima kriteria sebagai berikut:

1) Kelahiran, yakni status yang diperoleh berdasarkan kelahiran, seperti jenis kelamin, kebangsawanan, ras, dan lain-lain.
2) Kepemilikan, yakni status yang diperoleh berdasarkan harta kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
3) Kualitas pribadi, yakni status yang diperoleh berdasarkan kualitas-kualitas kepribadian yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti kecerdasan, kelembutan, kebijaksanaan, dan lain sebagainya.
4) Otoritas, yakni status yang diperoleh berdasarkan kemampuan untuk mempengaruhi orang lain sehingga bersedia mengikuti segala sesuatu yang diinginkan.
5) Prestasi, yakni status yang diperoleh berdasarkan prestasi yang dicapai, baik dalam hal berusaha, pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya.

Berdasarkan kriteria sosial, masyarakat dapat digolongkan ke dalam berbagai lapisan yang dikenal dengan kelas sosial. Contoh nyata dari kelas sosial ini dapat diperhatikan pada sistem kasta yang terdapat pada masyarakat Hindu Bali. Dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali dikenal sistem kasta yang terdiri dari empat bagian, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra. Kasta Brahmana merupakan lapisan sosial yang terdiri dari kaum pendeta dan ahli agama Hindu. Kasta Ksatria merupakan lapisan sosial yang terdiri dari kaum bangsawan. Kasta Waisya merupakan lapisan sosial yang terdiri dari kaum petani dan kaum pedagang. Sedangkan Kasta Sudra merupakan lapisan sosial yang terdiri dari para pekerja kasar seperti tukang batu, tukang kayu, dan lain sebagainya.

Kasta merupakan stratifikasi sosial yang bersifat tertutup. Artinya, jika seseorang dilahirkan sebagai seorang Sudra, maka selamanya orang tersebut akan menjadi seorang Sudra. Bahkan, seorang Sudra akan melahirkan kelompok Sudra pula. Demikian juga seorang Brahmana, Ksatria, maupun Waisya, kasta tersebut juga dilahirkan dan sekaligus akan melahirkan kasta yang sama, yaitu Brahmana, Ksatria, dan Waisya. Meskipun sistem kasta dalam kehidupan masyarakat Bali tidak terlalu ketat memisah-misahkan antara kasta yang satu dengan kasta yang lainnya, akan tetapi sistem kasta tersebut sangat berpengaruh terhadap sistem adab dan tata cara pergaulan sehari-hari. Misalnya, seorang Brahmana pantang melakukan perkawinan dengan seorang Sudra atau kasta yang lebih rendah lainnya.

Status sosial yang terjadi dalam sistem kasta bersifat keturunan. Artinya, kasta merupakan status sosial yang dapat diwariskan. Dengan demikian, kasta merupakan status bawaan (ascribed status) yang sangat berbeda dengan status yang diusahakan (achieved status). Pada masyarakat modern, status sosial lebih cenderung diusahakan (achieved status), bukan diperoleh secara keturunan (ascribed status). Status sosial yang diusahakan tersebut, menurut William J. Goode, secara bertingkat terdiri dari beberapa bentuk, yaitu:

(1) profesional (professional), 
(2) pengusaha (business), 
(3) karyawan kantor (white collar), 
(4) pekerja trampil (skilled), 
(5) pekerja semi trampil (semiskilled), 
(6) jasa domestik dan perorangan (domestic and personal service), 
(7) pertanian (farm),
(8) tenaga kasan nonpertanian (nonfarm labor). 

Setiap orang bisa saja mencapai salah satu atau lebih dari status sosial tersebut asalkan berusaha secara sungguh-sungguh.

c. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Status sosial yang berdasarkan kriteria politik merupakan penggolongan anggota masyarakat berdasarkan tingkat kekuasaan yang dimiliki. Semakin besar kekuasaan yang dimiliki, maka semakin tinggi pula statusnya di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Lalu, apa yang dimaksud dengan kekuasaan?

Pada dasarnya kekuasaan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi pihak lain agar menuruti segala kehendak dan kemauannya. Dengan demikian terdapat dua kutub dalam kekuasaan, yaitu yang menguasai dengan yang dikuasai. Antara yang menguasai dengan yang dikuasai terdapat batas-batas yang tegas yang menimbulkan stratifikasi kekuasaan atau piramida kekuasaan.

Bentu-bentuk kekuasaan terdiri dari bermacam-macam, akan tetapi terdapat satu pola umum yakni sistem sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri dengan adat-istiadat dan pola perilaku yang ada dalam kehidupan masyarakat. Dalam hubungan ini Mac Iver mengemukakan tiga pola umum sistem stratifikasi kekuasaan, yaitu tipe kasta, tipe oligarkhis, dan tipe demokratis.

Pola stratifikasi kekuasaan tipe kasta memiliki garis pemisah yang sangat tegas dan sulit ditembus. Pola stratifikasi kekuasaan tipe kasta ini dapat diperhatikan pada sistem kekuasaan yang terdapat pada kerajaan-kerajaan. Pola stratifikasi kekuasaan tipe oligarkhis juga menggambarkan adanya garis pemisah yang tegas antara tiap-tiap lapisan, akan tetapi diferensiasi antara tiap-tiap stratifikasi tersebut tidak terlalu kaku. Artinya, lapisan bawah dari sistem kekuasaan ini masih bisa berusaha untuk mencapai lapisan di atasnya. Pola stratifikasi kekuasaan tipe demokratis ditandai dengan garis pemisah antara tiap-tiap lapisan kekuasaan yang bisa berubah-ubah. Setiap orang berkesempatan untuk memperoleh kekuasaan tertentu sesuai dengan usaha, kemampuan, dan mungkin juga keberuntungan.

Demikianlah materi Pengertian dan Bentuk Stratifikasi Sosial, semoga bermanfaat.
thanks for http://www.materisma.com
Web Hosting