(1) keturunan,
(2) kekayaan,
(3) kedudukan,
(4) pendidikan,
(5) pekerjaan,
Dari
beberapa faktor tersebut kita mengenal beberapa istilah yang
sesungguhnya merupakan pengelompokan masyarakat ke dalam kelas-kelas
tertentu, seperti rakyat jelata, kaum bangsawan, golongan miskin,
golongan menengah, golongan kaya, orang desa, orang kota, pejabat
negara, rakyat jelata, berpendidikan rendah, berpendidikan menengah,
berpendidikan tinggi, petani, pedagang, pemusik, pengamen, pemulung, dan
lain sebagainya.
Pengelompokan
tersebut sekaligus menunjukkan bahwa setiap anggota masyarakat memiliki
fungsi dan peran yang berbeda-beda. Perbedaan fungsi dan peran tersebut
bukan berarti bahwa kelompok yang satu lebih tinggi atau lebih rendah
dengan kelompok yang lain. Sebaliknya, pengelompokan tersebut menegaskan
bahwa: (1) setiap manusia memiliki kelebihan dan sekaligus
kekurangannya masing-masing, dan (2) antara sesama manusia harus saling
melengkapi dan bahu membahu satu sama lain agar segala kebutuhan hidup
dapat terpenuhi dengan baik.
Untuk
memahami istilah stratifikasi sosial, kita harus mengkaji terlebih
dahulu kata aslinya, yaitu stratification. Kata stratification berasal
dari kata stratum atau strata yang berarti pelapisan. Stratifikasi
sosial atau pelapisan sosial berarti penggolongan warga masyarakat ke
dalam kelompok-kelompok tertentu secara bertingkat-tingkat (hierarkies).
Itulah sebabnya kita dapat mengenal kelas-kelas dalam kehidupan
masyarakat, yaitu kelas atas, kelas menengah, dan kelas bawah.
Pada
dasarnya stratifikasi sosial atau pelapisan sosial terjadi karena adanya
sesuatu yang dihormati dan dihargai dalam kehidupan masyarakat.
Pembagian beberapa kelas (kelas atas, kelas menengah, kelas bawah)
terjadi karena adanya ketimpangan dalam memberikan penghargaan. Golongan
yang mendapatkan penghargaan yang tinggi akan menempatkan dirinya ke
dalam kelompok masyarakat kelas atas. Golongan yang mendapatkan
penghargaan yang sedang-sedang saja akan menempatkan dirinya ke dalam
kelompok masyarakat kelas menengah. Selanjutnya, golongan yang
mendapatkan penghargaan yang rendah akan menempatkan dirinya ke dalam
kelompok masyarakat kelas bawah.
Proses terbentuknya stratifikasi sosial dapat terjadi melalui dua cara, yaitu:
(1) terjadi secara alamiah selaras dengan pertumbuhan masyarakat,
(2) terjadi secara disengaja dan direncanakan manusia.
Stratifikasi
sosial yang terjadi secara alamiah tidak dapat dilepaskan oleh
kecenderungan bakat, minat, dan dukungan lingkungan. Misalnya, di
lingkungan pantai berkembang masyarakat nelayan, di sekitar lahan yang
subur berkembang masyarakat petani, dan banyak lagi contoh-contoh lain
yang berhubungan dengan proses stratifikasi sosial secara alamiah.
Adapun stratifikasi sosial yang sengaja direncanakan dan dibentuk oleh
manusia dapat diperhatikan pada organisasi politik seperti pembagian
kekuasaan, pembentukan organisasi politik, penyusunan kabinet, dan lain
sebagainya.
Seperti yang
telah diuraikan dalam penjelasan sebelumnya, bahwa terbentuknya
stratifikasi sosial sangat terkait dengan nilai-nilai yang berharga dan
terhormat. Standar nilai yang berharga dan terhormat berbeda-beda. Hal
ini sangat tergantung dari sudut mana seseorang memandang. Namun
demikian, secara umum standar nilai tersebut dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kriteria, yakni kriteria ekonomi, kriteria sosial, dan
kriteria politik.
a. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Ekonomi
Potensi dan
kesempatan yang dimiliki oleh seseorang memang berbeda-beda. Ada
sebagian orang yang potensial tetapi tidak pernah memperoleh kesempatan
untuk maju. Ada sebagian orang yang memiliki kesempatan yang sangat luas
untuk maju sehingga memperoleh kesuksesan dalam bidang ekonomi. Dalam
kehidupan sehari-hari dapat diamati bahwa pencapaian, penguasaan, dan
kepemilikan seseorang dalam bidang ekonomi sangat bervariasi.
Variasi
inilah yang telah memunculkan kelas-kelas ekonomi (economic classes)
tertentu dalam kehidupan masyarakat. Tolak ukur kelas ekonomi (economis
classes) adalah seberapa banyak seseorang memiliki pendapatan dan/atau
kekayaan. Secara garis besar terdapat 3 (tiga) lapisan masyarakat
dipandang dari sudut ekonomi, yaitu: kelas atas (upper class), kelas
menengah (middle class), dan kelas bawah (lower class).
Masyarakat
kelas atas (upper class) merupakan kelompok orang kaya yang diliputi
dengan kemewahan. Masyarakat kelas menengah (middle class) merupakan
kelompok orang yang berkecukupan, yakni mereka yang berkecukupan dalam
hal kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Sedangkan masyarakat kelas
bawah (lower class) merupakan sekelompok orang miskin yang sering
mengalami kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, dan
papan.
Status
sosial berdasarkan kriteria ekonomi ini bersifat terbuka, dalam arti,
siapapun orangnya dapat menempati kelas sosial tertentu, baik kelas
atas, kelas menengah, dan kelas bawah, tergantung dari kemampuan orang
tersebut dalam bekerja dan memperoleh kekayaan. Orang kaya sewaktu-waktu
dapat mengalami kebangkrutan dan jatuh miskin. Sebaliknya, tidak
mustahil orang miskin dapat mengubah nasibnya menjadi orang kaya asal
bersedia bekerja keras dan hidup hemat.
b. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Sosial
Stratifikasi
sosial berdasarkan kriteria sosial merupakan pengelompokan anggota
masyarakat berdasarkan status sosial yang dimiliki di dalam kehidupan
masyarakat. Status sosial adalah kedudukan seseorang dalam suatu pola
soaial (hubungan sosial) tertentu. Seperti yang diketahui, bahwa
biasanya seseorang tidak hanya memiliki satu pola sosial (hubungan
sosial), melainkan beberapa pola sosial (hubungan sosial). Oleh karena
itu, biasanya seseorang memiliki lebih dari satu kedudukan (status
sosial). Bisa saja Si A berkedudukan sebagai pimpinan parpol yang
sekaligus berkedudukan sebagai pejabat negara, pembina olah raga, dan
sebagainya.
Sehubungan
dengan status sosial, Robert M.Z. Lawang mengemukakan dua pengertian,
yakni ditinjau dari sudut objektif dan subjektif. Secara objektif,
status sosial merupakan suatu tatanan hak dan kewajiban yang secara
hierarkis terdapat dalam suatu struktur formal sebuah organisasi.
Sebagai misal, seorang pimpinan partai politik akan memiliki hak dan
sekaligus kewajiban tertentu yang melekat pada status tersebut.
Sedangkan
secara subjektif, status sosial merupakan hasil penilaian orang lain
terhadap diri seseorang yang terkait dengan siapa seseorang tersebut
berhubungan. Dalam kaitan ini, secara subjektif seseorang bisa saja
memberikan penilaian terhadap orang lain, apakah lebih tinggi atau lebih
rendah statusnya dalam kehidupan bermasyarakat.
Untuk
memberikan penilaian, apakah seseorang memiliki status (kedudukan)
sosial lebih tinggi atau lebih rendah dalam kehidupan sosial, Talcott
Parsons mengemukakan lima kriteria sebagai berikut:
1) Kelahiran, yakni status yang diperoleh berdasarkan kelahiran, seperti jenis kelamin, kebangsawanan, ras, dan lain-lain.
2) Kepemilikan, yakni status yang diperoleh berdasarkan harta kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
3) Kualitas
pribadi, yakni status yang diperoleh berdasarkan kualitas-kualitas
kepribadian yang tidak dimiliki oleh orang lain, seperti kecerdasan,
kelembutan, kebijaksanaan, dan lain sebagainya.
4) Otoritas,
yakni status yang diperoleh berdasarkan kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain sehingga bersedia mengikuti segala sesuatu yang diinginkan.
5) Prestasi,
yakni status yang diperoleh berdasarkan prestasi yang dicapai, baik
dalam hal berusaha, pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya.
Berdasarkan
kriteria sosial, masyarakat dapat digolongkan ke dalam berbagai lapisan
yang dikenal dengan kelas sosial. Contoh nyata dari kelas sosial ini
dapat diperhatikan pada sistem kasta yang terdapat pada masyarakat Hindu
Bali. Dalam kehidupan masyarakat Hindu Bali dikenal sistem kasta yang
terdiri dari empat bagian, yaitu Brahmana, Ksatria, Waisya, dan Sudra.
Kasta Brahmana merupakan lapisan sosial yang terdiri dari kaum pendeta
dan ahli agama Hindu. Kasta Ksatria merupakan lapisan sosial yang
terdiri dari kaum bangsawan. Kasta Waisya merupakan lapisan sosial yang
terdiri dari kaum petani dan kaum pedagang. Sedangkan Kasta Sudra
merupakan lapisan sosial yang terdiri dari para pekerja kasar seperti
tukang batu, tukang kayu, dan lain sebagainya.
Kasta
merupakan stratifikasi sosial yang bersifat tertutup. Artinya, jika
seseorang dilahirkan sebagai seorang Sudra, maka selamanya orang
tersebut akan menjadi seorang Sudra. Bahkan, seorang Sudra akan
melahirkan kelompok Sudra pula. Demikian juga seorang Brahmana, Ksatria,
maupun Waisya, kasta tersebut juga dilahirkan dan sekaligus akan
melahirkan kasta yang sama, yaitu Brahmana, Ksatria, dan Waisya.
Meskipun sistem kasta dalam kehidupan masyarakat Bali tidak terlalu
ketat memisah-misahkan antara kasta yang satu dengan kasta yang lainnya,
akan tetapi sistem kasta tersebut sangat berpengaruh terhadap sistem
adab dan tata cara pergaulan sehari-hari. Misalnya, seorang Brahmana
pantang melakukan perkawinan dengan seorang Sudra atau kasta yang lebih
rendah lainnya.
Status
sosial yang terjadi dalam sistem kasta bersifat keturunan. Artinya,
kasta merupakan status sosial yang dapat diwariskan. Dengan demikian,
kasta merupakan status bawaan (ascribed status) yang sangat berbeda
dengan status yang diusahakan (achieved status). Pada masyarakat modern,
status sosial lebih cenderung diusahakan (achieved status), bukan
diperoleh secara keturunan (ascribed status). Status sosial yang
diusahakan tersebut, menurut William J. Goode, secara bertingkat terdiri dari beberapa bentuk, yaitu:
(1) profesional (professional),
(2) pengusaha (business),
(3) karyawan kantor (white collar),
(4) pekerja trampil (skilled),
(5) pekerja semi trampil (semiskilled),
(6) jasa domestik dan perorangan (domestic and personal service),
(7) pertanian (farm),
(8) tenaga kasan nonpertanian (nonfarm labor).
Setiap orang bisa saja mencapai salah satu atau lebih dari status sosial tersebut asalkan berusaha secara sungguh-sungguh.
c. Stratifikasi Sosial Berdasarkan Kriteria Politik
Status
sosial yang berdasarkan kriteria politik merupakan penggolongan anggota
masyarakat berdasarkan tingkat kekuasaan yang dimiliki. Semakin besar
kekuasaan yang dimiliki, maka semakin tinggi pula statusnya di
tengah-tengah kehidupan masyarakat. Lalu, apa yang dimaksud dengan
kekuasaan?
Pada
dasarnya kekuasaan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
untuk mempengaruhi pihak lain agar menuruti segala kehendak dan
kemauannya. Dengan demikian terdapat dua kutub dalam kekuasaan, yaitu
yang menguasai dengan yang dikuasai. Antara yang menguasai dengan yang
dikuasai terdapat batas-batas yang tegas yang menimbulkan stratifikasi
kekuasaan atau piramida kekuasaan.
Bentu-bentuk
kekuasaan terdiri dari bermacam-macam, akan tetapi terdapat satu pola
umum yakni sistem sistem kekuasaan selalu menyesuaikan diri dengan
adat-istiadat dan pola perilaku yang ada dalam kehidupan masyarakat.
Dalam hubungan ini Mac Iver mengemukakan tiga pola umum sistem stratifikasi kekuasaan, yaitu tipe kasta, tipe oligarkhis, dan tipe demokratis.
Pola
stratifikasi kekuasaan tipe kasta memiliki garis pemisah yang sangat
tegas dan sulit ditembus. Pola stratifikasi kekuasaan tipe kasta ini
dapat diperhatikan pada sistem kekuasaan yang terdapat pada
kerajaan-kerajaan. Pola stratifikasi kekuasaan tipe oligarkhis juga
menggambarkan adanya garis pemisah yang tegas antara tiap-tiap lapisan,
akan tetapi diferensiasi antara tiap-tiap stratifikasi tersebut tidak
terlalu kaku. Artinya, lapisan bawah dari sistem kekuasaan ini masih
bisa berusaha untuk mencapai lapisan di atasnya. Pola stratifikasi
kekuasaan tipe demokratis ditandai dengan garis pemisah antara tiap-tiap
lapisan kekuasaan yang bisa berubah-ubah. Setiap orang berkesempatan
untuk memperoleh kekuasaan tertentu sesuai dengan usaha, kemampuan, dan
mungkin juga keberuntungan.
Demikianlah materi Pengertian dan Bentuk Stratifikasi Sosial, semoga bermanfaat.
thanks for http://www.materisma.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar